Minggu, 22 November 2015

BETON




I.  PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Perkembangan peradaban manusia dalam hal bangunan kita mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu besar hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan dan lainnya. Jadi berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat.

Peristiwa tersebut menunjukkan telah dikenalnya fungsi bahan perekat dan penguat bangunan sejak zaman dahulu, sebelum mencapai bentuk seperti sekarang. Penguat dan perekat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Bahan ini pertama kali ditemukan di zaman kerajaan Romawi tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Setelah runtuhnya kerajaan Romawi sekitar tahun 1100-1500 M resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.

Material adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan sains material adalah cabang ilmu yang meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan yang mengkaitkan komposisi, struktur dan pemrosesan material dengan sifat-sifat kegunaanya.  


1.2  Sejarah Penemuan Material Bahan bangunan

Beton pertama kali ditemukan oleh :
a.       Aspidin (1824) penemu Portland Cement.
b.  J.L. Lambot (1850) memperkanalkan konsep dasar konstruksi komposit (gabungan dua bahan konstruksi yang berbeda yang bekerja bersama-sama memikul beban).
c.     F. Coignet (1861) melakukan uji coba penggunaan pembesian pada konstruksi atap, pipa dan kubah.
d.     Gustav Wayss, Koenen dan Hennebique (1887) memperkenalkan sengkang sebagai penahan gaya geser dan penggunaan balok “T” untuk mengurangi beban akibat berat sendiri.
e.       Neuman melakukan analisis letak garis netral.
f.       Considere menemukan manfaat kait pada ujung tulangan.
g.      E. Freyssinet memperkenalkan dasar-dasar beton pratekan.





II.  ISI


2.1 Pengertian Beton

Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat. Dalam pengertian umum beton berarti campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil atau koral kemudian di ikat semen bercampur air. Sifat beton berubah karena sifat semen, agregat dan air, maupun perbandingan pencampurannya. Untuk mendapatkan beton optimum pada penggunaan yang khas, perlu dipilih bahan yang sesuai dan dicampur secara tepat.

A.  Kelebihan Beton

1.      Harganya relatif murah karena menggunakan bahan lokal.
2.      Mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, dan mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan.
3.      Adukan beton mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk dan ukuran sesuai keinginan.
4.      Kuat tekan beton jika dikombinasikan dengan baja akan mampu memikul beban yang berat.
5.      Adukan beton dapat disemprotkan di permukaan beton lama yang retak maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan. Selain itu dapat pula dipompakan ke tempat yang posisinya sulit.
6.      Biaya perawatan yang cukup rendah karena termasuk tahan aus dan tahan kebakaran.

B.  Kekuranga Beton

1.      Beton memiliki kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu, perlu diberi baja tulangan atau tulangan kasa (meshes)
2.      Adukan beton menyusut saat pengeringan sehingga perlu dibuat dilatasi (expansion joint) untuk struktur yang panjang untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.
3.      Beton keras (beton) mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu, sehingga perlu dibuat dilatasi untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat perubahan suhu.
4.      Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
5.      Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan di detai secara seksama agar setelah dikomposisikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.


2.2 Bahan-bahan Penyusun Beton       

A.  Semen

Semen adalah bahan organik yang mengeras pada percampuran dengan air larutan garam. Jenis-jenis semen menurut BPS adalah:

1.        Semen abu (semen portland) adalah bubuk abu berwarna kebiru-biruan yang dibentuk dari bahan utama batu kapur/ gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini digunakan untuk perekat plester. Berdasarkan persentase kandungan penyusunannya, semen abu terdiri dari 5 tipe, yaitu: tipe I-V.
2.        Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan di gunakan untuk pekerjaan penyelesaian. Seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
3.        Semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam poses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
4.        Mixed and fly ash cement adalah campuran semen abu dengan pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, alumunium oksida besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunkan sebagai bahan campuran untuk membuat beton sehingga menjadi lebih keras.

Semen yang biasa digunakan pada teknik sipil adalah semen portland. Semen ini adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan clinker (bahan ini terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis) dengan batu gips sebagai tambahan.

Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut:

a.       Proses basah: Semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.
b.      Proses kering: Menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi 5 tahap pengelolaan yaitu:
1.      Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.
2.      Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang homogen.
3.      Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker: bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
4.      Proses pendinginan terak.
5.      Proses penggilingan akhir dimana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill. Dari proses pembuatan semen diatas akan terjadi penguapan karenapembakaran dengan suhu mencapai 900 derajat celcius, sehingga menghasilkan: residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor dan kapur bebas.

Pada umumnya semen portland yang digunakan adalah jenis semen portland biasa (ordinary cement portland), yaitu semen portland yang digunakan untuk tujuan umum. Jenis semen potland dapat di bagi menurut beberapa segi yaitu: Segi kebutuhan khusus dan segi penggunaan.

a.       Segi kebutuhan khusus

Sesuai dengan kebutuhan penggunaanya, ada jenis semen yang memiliki tujuan penggunaan khusus seperti berikut.

1.      Semen portland yang cepat mengeras (rapid hardening portland cement), semen jenis ini umumnya memiliki kadar C3S (tricalsium silika) atau C3A yang tinggi. Dalam standar semen ASTM , semen jenis ini termasuk semen Portland type III.

2.      Semen Portland tahan sulfat sedang dan semen Portland tahan sulfat . semen ini mempunyai bentuk yang lebih tahan sulfat dari pada semen biasa, karena kadar tricalsium aluminate rendah. Kadar maksimum untuk semen tahan sulfat sedang adalah 8% dan untuk semen tahan sulfat adalah maksimum 5%. Semen ini tahan terhadap sulfat, namun berarti tidak tahan terhadap asam sulfat. Yang dimaksud sulfat disini adalah garam sulfat yang larut, misalnya air laut, air rawa, dan sebagainya. Dimana kadar sulfat lebih dari 1%. Semen ini termasuk semen portland type II A dan type V.

3.      Semen portland panas rendah (Low Heat Cement). Semen jenis ini memiliki kadar C3S maksimum 35% dan kadar C3A maksimum 7%. Semen ini memiliki derajat pengerasan yang lambat dan panas yang dihasilkannya lebih rendah dibandingkan dengan semen lain. penggunaannya biasa dipakai untuk turap penahan gravitasi, bendungan besar, dan konstruksi beton pejal dimana suhu massa beton naik. Semen ini dalam standar ASTM termasuk semen Portland type IV.

4.      Semen Portland Pozzolanic, semen ini merupakan campuran dari semen biasa (60-85%) dengan bubuk halus trass atau pozzolan (15-40%), atau benda-benda yang bersifat pozzolan (seperti abu vulkanis, abu bahan bakar, tanah liat bakar, atau fly ash). Penggunaannya adalah pada bangunan yang mendapat gangguan garam sulfat atau panas rendah. Bila bahan yang dicampurkan terak dapur tinggi, di sebut semen portland terak dapur tinggi.

5.      Masonry Cement, semen jenis ini adalah semen portland yang dicampurkan dengan bubuk batu atau batuan kapur sampai kira-kira 50%. Penggunaan semen jenis ini adalah untuk aduk pasangan.

6.      Semen Portland putih, semen ini adalah semen portland dimana bahan-bahan dasarnya mengandung senyawa besi yang rendah. Kadar Fe2O3 pada semen ini dibatasi maksimum 0,5%, karena senyawa besi tersebut menimbulkan warna tua pada semen. Semen ini mempunyai sifat yang biasa dengan semen portland biasa. Porses pembuatan semen in memerlukan ketelitian tinggi dan bahan dasarnya mahal, oleh karena itu harga semen putih lebih mahal dari pada semen biasa, kira-kira 1-4 kali semen portland biasa.

b.      Segi Pengunaan

Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM (American Society for Testing and Material) semen portland dapat dibedakan menjadi 5.

1.        Jenis I
Semen portland penggunaan umum (normal portland cement), yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus. Misalnya untuk pembuatan trotoar, pasangan bata dan sebagainya. Semen ini merupakan semen yang paling banyak digunakan yaitu 80-90% dari produksi semen portland.

2.        Jenis II
Semen pengeras pada panas sedang. Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat dari pada semen jenis I. Semen jenis ini biasanya digunakan pada bangunan-bangunan yang berhubungan dengan rawa, pelabuhan, jembatan besar, bendungan, bangunan-bangunan lepas pantai, saluran-saluran air buangan dan sebagainya. Jenis ini juga dapat digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki konsentrasi sulfat agak tinggi.

3.        Jenis III
Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength portland cement). Semen jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat di gunakan untuk pembuatan beton pracetak, perbaikan bangunan-bangunan beton yang perlu segera digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas serta pembetonan di daerah cuaca dingin (salju).

4.        Jenis IV
Semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat portland cement), jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidarasi serendah-rendahnya. Untuk mengurangi panas hidrasi yang terjadi (penyebab retak), maka pada semen jenis ini senyawa C3S dan C3A dikurangi. Selain itu, semen jenis ini kekuatannya tumbuh lambat. Semen jenis ini biasanya digunakan pada bangunan-bangunan sebagai berikut:
-Konstruksi DAM
-Basement
-Pembetonan pada daerah bercuaca panas.

5.    Jenis V
       Semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang kadar alkalinya tinggi. Pengerasan berjalan lebih lambat dari pada semen biasa.

B.     Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar (aduk) dan beton. Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara alamiah melalui proses pelapukan dan abrasi yang berlangsung lama. Agregat dapat juga diperoleh dengan memecah batuan induk yang lebih besar.

Agregat halus untuk beton adalah agregat berupa pasir alam sebagi hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu dan mempunyai ukuran butiran 5mm.

Agregat kasar untuk beton adalah agregat berupa kerikil kecil sebagai hasil disintegritas alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu yang memiliki ukuran butir antara 5-40mm. Besar butir maksimum yang diizinkan tergantung pada maksud pemakaian.


Pada teknologi beton, agregat terdiri dari banyak klasifikasi, yaitu:

1.      Ditinjau dari asalnya.

a.       Agregat Alam
    
     Pada umumnya agregat alam menggunakan bahan baku hasil penghancuran alam. Jenis batu alam yang baik untuk agregatadalah batuan beku. Jenis batu endapanatau metamorph juga dapat dipakai meskipun kualitasnya masih perlu dipilih. Batuan yang baik untuk agregat adalah butiran-butiran yang keras kompak, tidak pipih, kekal(volume tidak mudah berubah karena perubahan cuaca), serta tidak terpengaruh keadaan sekelilingnya. Agregat alam dibedakan atas tiga kelompok.

1)      Kerikil dan pasir alam agregat, jenis ini merupakan hasil penghancuran oleh alam dari batuan induknya. Sering kali agregat ini terdapat jauh dari asalnya karena terbawa arus air atau angin dan mengendap di suatu tempat. Pada umumnya pasir dan kerikil yang terbawa arus air berbentuk bulat, sehingga dianggap baik untuk agregat aduk atau beton. Umumnya pula jenis agregat ini bentuknya berubah-ubah dan tidak homogen sehingga dalam penggunaannya untuk beton diperlukan perhatian khusus. Karena perubahan susunan butir agregat sangat berpengaruh terhadap sifat beton yang dibuat agregat tersebut.

2)      Agregat batu pecah, jenis batu yang baik untuk  agregat ini dalah batuan beku yang kompak. Di dalam pemakaiannya, batu pecah membutuhkan air lebih banyak karena luas bidang permukaannya relatif lebih luas. Dengan demikian untuk mendapatkan kelecakan aduk tertentu dan faktor air semen sama, beton dengan agregat batu pecah akan menggunakan semen sedikit lebih banyak dari pada beton dengan menggunakan pasir atau kerikil alam. Kekuatan beton dengan batu pecah biasanya juga lebih tinggi, karena daya lekat perekat pada permukaan batu pecah lebih baik dari pada butiran yang halus. Macam-macam batu yang cocok digunakan untuk agregat beton yaitu:

a)      Batu kapur adalah hasil sedimentasi yang komposisi utamanya adlah kalsium karbonat. Semakin keras dan padat jenis batu kapur ini semakin cocok untuk pembuatan beton.

b)      Batu api yang meliputi granit, basalt, dolerit, gabbros dan porphyries. Granit adalah keras ulet dan padat sehingga merupakan agregat yang baik untuk beton. Basalt merupakan batu api yang menyerupai granit, tetapi struktur butirannya lebih halus karena pendinginan yang cepat pada proses pembentukannya. Dolerit mempunyai struktur butir kristal yang halus dan mengandung felspar banyak. Beberapa dolerit bilamana digunakan untuk beton menyebabkan retak-retak dan mengganggu penggunaannya. Diketahui bahwa batu ini mengembang dan menyusut sesuai dengan kelembaban.

c)      Sandstone. Sandstone bervariasi mulai dari yang paling keras dengan komposisi butiran yang berdekatan, sampai yang lebih lunak dengan butiran yang lebih lepas, seperti batu tulis yang berpasir, dimana adanya tanah liat menyebabkan menjadi lunak, gampang pecah dan daya serapnya tinggi.
d)     Batu tulis biasanya agregat yang tidak baik, lunak, lemah, dan berlapis dan daya serapnya tinggi. Selain itu bentuknya yang pipih menyebabkan partikel-partikel ini sulit dipadatkan di dalam beton.

e)      Batuan metamorfosa, bervariasi dalam karakternya. Marmer dan quartzites biasanya pejal, padat serta cukup ulet dan kuat.

b.      Agregat Buatan

     Agregat buatan adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus, atau karena kekurangan agregat batuan-batuan alam. Berikut adalah contoh agregat batuan buatan:

1)      Klinker dan Breeze
Pada umumnya klinker dianggap sebagai bahan yang dibakar sempurna, massanya mengeras dan berinti, serta terisi bahan yang sedikit terbakar. Adapun breeze merupakan bahan residu yang kurang keras dan kurang baik pembakarannya, sehingga mengandung lebih banyak bahan yang mudah terbakar. Kuantitas bahan yang mudah terbakar akan mempengaruhi rambatan kelembaban. Makin banyak bahan yang mudah terbakar semakin besar pula terjadinya rambatan kelembaban. Sumber utama jenis agregat ini adalah stasiun pembangkit tenaga dimana ktel uap dipanasi dengan bahan bakar padat. Agregat jenis ini bnyak dipergunakan untuk memproduksi blok dan pelat untuk partisi/ penyekat dalam dan tembok interior lainnya.

2)      Agregat yang berasal dari bahan-bahan yang mengembang.
Tanah liat dan batu tulis yang terjadi secara alamiah dapat dipergunakan untuk membuat bahan berpori yang ringan, dengan permukaan yang berbentuk sel-sel dengan pemanasan sampai suhu sekitar 1000 C – 2000 C.

3)      Cooke Breeze
Cooke breeze adalah hasil tambahan dari sisa bakaran bahan bakar batu bara arang yang kurang sempurna pembakarannya, biasanya terdapat pada dapur-dapur rumah tangga di negara-negara Eropa dan Amerika. Cooke breeze mengandung banyak sekali arang, kadang mencapai 75%. Kandungan arang yang bnyak tadi akan menghambat pengerasan semen sehingga pemakaiannya perlu mendapat perhatian.

4)      Hydite
Agregat jenis ini dibuat dari tanah liat (shale) yang dibakar dalam dapur berputar. Tanah liat kering atau yang bergumpal-gumpal atau pecahan shale dibakar mendadak dalam dapur berputar pada suhu tinggi. Dengan demikian bahan akan membengkak. Hasilnya merupakan bongkahan-bongkahan tanah yang mengembang serta hampir leleh, kemudian dihancurkan dan diayak hingga mencapai susunan butir yang diperlukan.

5)      Lelite
Lelite dibuat dari batu metamorpora atau shale yang mengandung senyawa-senyawa karbon. Bahan dasarnya dipecah kecil-kecil, kemudian dilakukan pembakaran dalam dapur vertikal pada suhu yang tinggi kurang lebih 1550 C. Pada suhu ini butiran-butiran akan mengembang dan terkumpul dibawah(dasar) dapur berupa lempeng-lempengyang berlubang seperti rumah lebah. Dari lempeng-lempeng ini dibuat bahan tambah dengan memecah dan mengayaknya untuk mendapatkan butiran-butiran dengan ukuran tertentu. Lempeng itu sendiri dapat dipergunakan untuk unsur bangunan guna menghambat suara dan panas.

2.      Ditinjau dari berat jenisnya.

Ditinjau dari berat jenisnya, agregat dibedakan menjadi tiga macam.

a.      Agregat ringan
     Agregat ini adalah agregat yang memiliki berat jenis kurang dari 2,0 dan biasanya digunakan untuk beton non struktural. Agregat ini juga dapat digunakan untuk beton struktural atau blok dinding tembok. Kelebihan agregat ini adalah memiliki berat yang rendah, sehingga strukturnya ringan dan pondasinya dapat lebih kecil. Agregat ini dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Beberapa contoh agregat ringan, yaitu: batu apung, rocklite, lelite, dan sebagainya.

b.      Agregat normal
     Agregat normal adalah agregat yang memiliki berat jenis antara 2,5-2,7. Agregat ini berasal dari batuan granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya. Beton yang dihasilkan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan antara 15 Mpa – 40 Mpa. Betonnya dinamakan beton normal.

c.      Agregat berat
     Agregat ini memiliki berat jenis lebih dari 2,8. Contoh agregat berat adalah, magnetik (Fe2O4), barytes (BaSO4) dan serbuk besi. Beton yang dihasilkan juga memiliki berat jenis tinggi (sampai 5,0) yang efektif sebagai pelindung sinar radiasi sinar X.

3.      Ditinjau dari bentuknya.

Ditinjau dari bentuknya, agregat dapat dibedakan menjadi 4, yaitu:

a.      Bulat
     Agregat jenis ini biasanya berasal dari sungai atau pantai dan mempunyai rongga udara minimum 33%. Agregat ini hanya memerlukan sedikit pasta semen untuk menghasilkan adukan beton yang baik. Agregat jenis ini tidak cocok untuk beton bermutu tinggi maupun perkerasan jalan raya. Agregat berbentuk bulat sebagian mempunyai rongga udara yang lebih besar dari pada agregat bulat, yaitu berkisar 35-38%. Dengan demikian agregat jenis ini membutuhkan pasta semen lebih banyak untuk mendapatkan beton segar yang baik (dapat dikerjakan).

b.      Bersudut
     Bentuk ini tidak beraturan, memiliki sudut-sudut yang tajam dan permukaannya kasar. Yang termasuk jenis ini adalah semua jenis batu pecah hasil pemecahan dengan mesin. Agregat ini memiliki rongga yang lebih besar, yaitu antara 38-40%. Ikatan antar butirannya baik sehingga membentuk daya lekat yang baik. Agregat jenis ini baik untuk membuat beton mutu tinggi maupun lapis perkerasan jalan.

c.      Pipih
Agregat jenis ini adalah agregat yang memiliki perbandingan ukuran terlebar dan tertebal pada butiran itu lebih dari 3. Agregat ini berasal dari batuan-batuan yang berlapis.

d.     Memanjang (Lonjong)
Butiran agregat dikatakan memanjang jika perbandingan ukuran yang terpanjang dan terlebar lebih dari 3.

4.      Ditinjau dari tekstur permukaan

a.      Agregat dengan permukaan seperti gelas, mengkilat, contoh : flint hitam, obsidian.

b.      Agregat dengan permukaan kasar. Umumnya berupa pecahan batuan, permukaan tampak kasar, tampak jelas bentuk kristalnya, contoh: basalt, felsite, batu kapur, dan sebagainya.

c.      Agregat dengan permukaan licin. Biasa ditemukan pada batuan yang butiran-butirnya sangat halus, contoh: kerikil sungai, chart, batu lapis dan sebagainya.

d.     Agregat dengan permukaan berbutir. Pecahan dari batuan ini menunjukkan adanya butir-butir bulat yang merata, misalnya batuan pasir, dan colite.

e.      Agregat berpori dan berongga.

C.     Air dan Bahan Campuran

Beton menjadi keras karena reaksi antara semen dan air. Oleh karena itu, air yang dipakai untuk mencampur kadang-kadang mengubah sifat semen. Air yang digunakan adalah air yang bersih, tidak mengandung minyak, lumpur dan bahan-bahan kimia yang dapat merusak kekuatan beton. Untuk itu diperlukan pemeriksaan terlebih dahu;u apakah air itu cocok untuk dipakai sebagai campuran beton atau tidak.


2.3  Sifat-sifat Beton

Untuk keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton, maka pengetahuan tentang sifat-sifat adukan beton maupun sifat-sifat beton yang telah mengeras perlu diketahui. Sifat-sifat tersebut antara lain.

A.  Kuat Hancur

Beton dapat mencapai kuat hancur sampai 80 N/mm2 (12000 lb/in2) atau lebih tergantung pada perbandingan air-semen serta tingakt pemadatannya. Kuat hancur dari beton dipengaruhi oleh sejumlah faktor, selain oleh perbandingan air-semen dan tingkat pemadatannya. Faktor-faktor penting lainya yaitu:

1.      Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat batas beton.

2.      Jenis dan lekak-lekuk bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukkan bahwa pengguanaan agregat akan menghasilkan beton ngan kuat desak maupun tarik yang lebih besar dari penggunaan kerikil halus dari sungai.

3.      Effisiensi dari perawatan (curing). Kehilangan kekuatan sampai 40% dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan adalah hal yang sangat penting pada pekerjaan lapangan dan pembuatan benda uji.

4.      Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu. Pda titik beku kuat hancur beton akan teteap rendah untuk waktu yang lama.

5.      Umur, pada keadaan yang normal kekuatan beton akan bertambah dengan umurnya. Kecepatan bertambahnya kekuatan tergantung pada jenis semen.

B.  Durbality (Keawetan)

Merupakan kemampuan beton untuk bertahan seperti kondisi yang direncanakan tanpa terjadi korosi dalam jangka waktu yang direncanakan. Dalam hal ini perlu pembatasan nilai faktor air, semen mkasimum, maupun pematasan dosis semen minimum yang digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan.

C.  Kuat Tarik

Kuat tarik beton berkisar 1/18 kuat desak pada waktu umurnya masih muda, dan berkisar 1/10 sesudahnya. Biasanya tidak diperhitungkan di dalam perencanaan beton. Kuat tarik merupakan bagian penting didalam menahan retak-retak akibat perubahan kadar air dan suhu. Pengujian kuat tarik diadakan untuk pembuatan beton konstruksi jalan raya dan lapangan terbang.

D.  Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas beton adalah perbandingan antara kuat tekan beton dengan regangan beton, biasanya ditentukan pada 25-50% dari kuat tekan beton.

E.   Rangkak (Creep)

Merupakan salah satu sifat beton dimana beton mengalami deformasi terus-menerus menurut waktu dibawah beban yang dipikul.

F.   Susut (Shrinkage)

Merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan.

G.  Kelecakan (Workability)

Workability adalah besarnya kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan kompaksi penuh, yaitu sifat-sifat adukan beton atau mortar yang ditentukan oleh kemudahan dalam pencampuran, pengangkutan, pengecoran, pemadatan dan finising.






III. PENUTUP



3.1 KESIMPULAN

Beton atau material perekat (adukan) telah ada dari sejak zaman dahulu, yang terus mengalami perkembangan yang bermacam-macam hingga saat ini. Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat. Bahan penyusun betonbeton tersebut pun memiliki banyak klasifikasi yang berbeda berdasarkan kegunaan, bentuk dan ukuran yang terdapat dalam uraian pada bagian pembahasan.

Beton mempunyai beberapa kelebihan seperti, mendukung tegangan tekan, betonmudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, dan dapat digunakan pada berbagai struktur teknik sipil serta mudah dirawat. Beton pun dalam pembuatannya menggunakan bahan-bahan lokal, oleh karena itu sangat populer untuk dipergunakan.

Beton juga mempunyai beberpa kekurangan seperti, kuat tarik yang rendah, sulit untuk kedap air sempurna, dan harus dihitung secara detail dan seksama dalam penggunaanya.


3.2 PENDAPAT

Menurut saya, beton merupakan bahan yang sangat penting dalam pembangunan, yang telah ada sejak lama dan telah berkembang dari waktu ke waktu. Ada berbagai macam bahan dalam pembuatan beton, dan bahan tersebut juga mempunyai berbagai macam klasifikasi yang ada. Oleh karena itu, kita harus dapat memilah mana sesuai dengan yang kita butuhkan, agar bahan yang kita gunakan sesuai.






IV. DAFTAR PUSTAKA



http://tosimasipil.blogspot.co.id/2013/07/teknologi-bahan-konstruksi.html