Rabu, 16 Januari 2019

Kajian Kinerja Struktur Gedung Simetris Menggunakan Peredam Tipe Fluid Viscous Damper (Universitas Gunadarma Review)


Kali ini saya akan melakukan review pada sebuah jurnal yang berjudul Kajian Kinerja Struktur Gedung Simetris Menggunakan Peredam Tipe Fluid Viscous Damper hasil karangan Nur Laeli Hajati dan Ardita Narabuana Hanif dari ITENAS Bandung. Saya tertarik dengan jurnal ini karena membahas sebuah alat peredam gempa yang bernama Fluid Viscous Damper. Alat ini tidak hanya bisa untuk menahan beban gempa, tetapi juga dapat menahan beban angin dan beban mesin yang terjadi pada sebuah bangunan karena ternyata sebenarnya alat ini berfungsi untuk meredam gaya dinamis yang bekerja. Cara kerja Peredam FVD ini adalah dengan menghilangkan energi yaitu mengubah energi kinetik menjadi energi panas, selanjutnya panas yang terjadi menghilang di udara. Jika piston FVD tertekan, fluida mengalir dari Chamber 2 ke Chamber 1, sebaliknya jika piston FVD tertarik, maka fluida mengalir dari Chamber 1 ke Chamber 2. Perbedaan tekanan yang besar menciptakan sebuah gaya redaman.


Dengan adanya pemasangan FVD ini, redaman yang dimiliki sebuah gedung menjadi bertambah, yaitu terdapat redaman yang dimiliki oleh struktur gedung itu sendiri dengan redaman yang dihasilkan dari pemasangan FVD tersebut.


Pada jurnal ini dilakukan 2 tahap analisis struktur, yaitu :
1.     Analisis dinamis menggunakan respon spectrum
2.     Analisis statik non linear
Dalam permodelannya kajian ini menggunakan 4 (empat) variasi berdasarkan pola penempatan peredam FVD dan 1 (satu) model struktur tanpa peredam sebagai pembanding dalam aspek kinerja struktur. Aspek-aspek yang dibahas pada jurnal ini yaitu waktu getar struktur, gaya geser dasar struktur, simpangan antar tingkat, tingkat kinerja struktur, dan nilai daktilitas.
Gedung yang dimodelkan pada jurnal ini mempunyai 10 lantai dengan portal sistem terbuka SPRMK dan material struktur beton bertulang.
Didapatkan beberapa kesimpulan dari pembahasaan jurnal ini, seperti kofigurasi pemasangan FVD harus dilakukan tergantung berapa arah sumbu yang bekerja agar FVD akan bekerja dengan efektif. Alat FVD ini juga dapat memperlambat terjadinya sendi plastis yang ditimbulkan dan mendisipasi energi gempa yang diterima gedung tersebut. FVD ini pun memberikan kontribusi gaya redaman dan kekakuan pada sebuah gedung dengan cukup baik.

Gambar 3. Fluid Viscous Damper

Video Penjelasan Fluid Viscous Damper

Nama          : Edvan Erdian
NPM            : 12315109
Kelas           : 4TA01
Dosen         : I Kadek Bagus Widana Putra ST., MT.
Jurusan       : Teknik Sipil
Universitas    : Gunadarma


Daftar Pustaka
Nur Laeli Hajati dan Ardita Narabuana Hanif, “Kajian Kinerja Struktur Gedung Simetris Menggunakan Peredam Tipe Fluid Viscous Damper”, EJURNAL, Juli 2018. Available:  https://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekayasahijau/article/download/2391/1863

All About Gunadarma : https://www.gunadarma.ac.id/
All About Civil Gunadarma : https://ftsp.gunadarma.ac.id/sipil




Minggu, 06 Januari 2019

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



ASPEK PERSEROAN, PERBANKAN, PERASURANSIAN DAN PERPAJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

A.                  PERSEROAN
1.                   Definisi Perseroan
Perseroan terbatas (PT) (bahasa BelandaNaamloze Vennootschap) adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan bisa dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.



2.                   Mekanisme Pendirian
Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatasmodal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a.       Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
b.       Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang.
c.       Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar. (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas).

Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1 tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1995 tersebut, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan kata lain tidak perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri, dan perkembangan tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun 2007, kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga. Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) tetap berlaku, hanya yang pada saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan UU No. 40 tahun 2007 diubah menjadi merupakan kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM.
Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kekayaanperseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah maksimal bila seluruh saham dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang disertakan oleh para persero pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah uang.

3.               Prosedur Pendirian
Bilamana seseorang akan mendirikan perseroan terbatas, maka para pendiri, yang biasanya terdiri dari 2 orang atau lebih, melakukan perbuatan hukum sebagai yang tersebut di bawah ini:
1)      Pertama, para pendiri datang di kantor notaris untuk diminta dibuatkan akta pendirian Perseroan Terbatas. Yang disebut akta pendirian itu termasuk di dalamnya anggaran dasar dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Anggaran dasar ini sendiri dibuat oleh para pendiri, sebagai hasil musyawarah mereka. Kalau para pendiri merasa tidak sanggup untuk membuat anggaran dasar tersebut, maka hal itu dapat diserahkan pelaksanaannya kepada notaris yang bersangkutan.
2)      Kedua, setelah pembuatan akta pendirian itu selesai, maka notaris mengirimkan akta tersebut kepada Kepala Direktorat Perdata, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Akta pendirian tersebut juga dapat dibawa sendiri oleh para pendiri untuk minta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, tetapi dalam hal ini Kepala Direktorat Perdata tersebut harus ada surat pengantar dari notaris yang bersangkutan. Kalau penelitian akta pendirian Perseroan Terbatas itu tidak mengalami kesulitan, maka Kepala Direktorat Perdata atas nama Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendirian Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Kalau ada hal-hal yang harus diubah, maka perubahan itu harus ditetapkan lagi dengan akta notaris sebagai tambahan akta notaris yang dahulu. Tambahan akta notaris ini harus mnedapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Setelah itu ditetapkan surat keputusan terakhir dari Kementerian Hukum dan HAM tentang akta pendirian Perseroan Terbatas yang bersangkutan.
3)      Ketiga, para pendiri atau salah seorang atau kuasanya, membawa akta pendirian yang sudah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM beserta surat keputusan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM tersebut ke kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang mewilayahi domisili Perseroan Terbatas untuk didaftarkan. Panitera yang berwenang mengenai hal ini mengeluarkan surat pemberitahuan kepada notaris yang bersangkutan bahwa akta pendirian PT sudah didaftar pada buku register PT.
4)      Keempat, para pendiri membawa akta pendirian PT beserta surat keputusan tentang pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM, serta pula surat dari Panitera Pengadilan negeri tentang telah didaftarnya akta pendirian PT tersebut ke kantor Percetakan Negara, yang menerbitkan Tambahan Berita Negara RI. Sesudah akta pendirian PT tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI,maka PT yang bersangkutan sudah sah menjadi badan hukum.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhraPeyeVvIjKr1L03hyphenhyphenuWXMFh32-QUF8yqdt2TR5AUv9z2lb9v-nMVx9VNiUdrNUkp3dJ5yfkAyLsvZlbRrYmEyCdIGlYJD-mk8Hf7KzsXWPEEUsmxgybLPazPIslhUbCkPALA-Kpawd03/s320/Struktur-Organisasi-Perusahaan.jpg

B.                  PERBANKAN
1.                   Definisi Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

2.                   Fungsi Perbankan
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Fungsi Perbankan Menurut Budisantoso (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trustagent of development, dan agent of services.
a.           Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut , dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
b.           Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

c.           Agent of Service
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7Suru6r4pkQxncDwj9W6WVK_MAqUuh2kC3htJ8gm66FtGLgnWZZA2UPlZvkOWcyNmBs0FUQleHEB7hzN3iUsnNcdgEk5RQ9L5igUW_i96NUUZLE2uXVS4bE-lmoE3RKqWO0cZYwfjd68f/s320/3konsep-operasional-bank-syariah-9-638.jpg

C.                  PERASURANSIAN DAN PERPAJAKAN
1.                   Definisi Perasuransian dan Perpajakan
Asuransi atau pertanggungan adalah Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sesuai UU 42 tahun 2009 (UU PPN) jasa asuransi termasuk dalam jasa tidak kena pajak (non JKP). Yang dimaksud dengan jasa asuransi yang non JKP adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi dan konsultan asuransi. Dengan demikian perusahaan asuransi tidak wajib dikukuhkan sebgai PKP. Sementara jasa penunjang asuransi wajib dikukuhkan sebagai PKP kecuali yang memenuhi kriteria perusahaan kecil.

2.                   Jenis Usaha Asuransi
a.       Asuransi Kerugian 
Memberiken jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b.       Asuransi Jiwa
Digunakan untuk memindahkan resiko, dimana apabila terjadi resiko kematian pada seseorang maka ahli warisnya akan memperoleh sejumlah dana yang disebut Uang Pertanggungan. Dalam industri asuransi jiwa di Indonesia saat ini, dikenal jenis asuransi tradisional misalnya term life (asuransi jiwa berjangka);whole life (asuransi jiwa seumur hidup), endowment (asuransi jiwa tradisional dengan kombinasi tabungan), serta polis asuransi jiwa unit linked atau investment linked. Asuransi jenis unit linked ini sangat populer dan hampir semua perusahaan asuransi besar memiliki produk ini bahkan beberapa perusahaan asuransi asing yang ada di Indonesia hanya menjual jenis unit linked tanpa menjual produk asuransi tradisionil lainnya. Asuransi jiwa unit linked selain memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa, juga sekaligus memberikan kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam investasi khususnya dalam reksadana.

c.       Reasuransi 
Memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.



3.                   Aspek Perpajakan Asuransi
Secara umum, penghitungan dan perlakuan perpajakan bagi asuransi sama dengan perusahaan lainnya. Yang menjadi dasar adalah Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari pendapatan setelah dikurangi biaya yang telah diperbolehkan. Namun karena karakteristik asuransi yang berbeda dari bisnis lain, ada perlakuan pajak khusus untuk beberapa hal sbb :
a.       Pendapatan
Pendapatan perusahaan asuransi berasal dari premi asuransi ( termasuk premi asuransi bagi perusahan reasuransi ) yang diterima dari nasabah/ kliennya. Untuk premi asuransi yang dibayar sekaligus oleh pemegang polis berkenaandengan periode pertanggungan yang lebih dari 1 tahun pengakuan penghasilannya dikaitkan dengan metode pembukuan yang dianut wajib pajak :
1)      Apabila metode pembukuan yang digunakan wajib pajak adalah stelsel akrual, makapengakuan penghasilan atas premi asuransi tersebit dialokasikan secara proporsional ke tahun-tahun yang meliputi periode pertanggungan tersebut
2)      Apabila metode pembukuan yang digunakan wajib pajak adalah stelsel kas/stelsel campuran maka pengakuan penghasilannya adalah :
5)       Dalam hal premi asuransi tersebut diterima dimuka, maka diakui pada saat premi tersebut diterima.
6)       Dalam hal premi asuransi diterima  setelah masa pertanggungan maka premi tersebut dialokasikan selama masa pertanggungan.

4.                   Cadangan yang dapat dibiayakan
Penghitungan cadangan dibedakan sbb :
a.       Asuransi Kerugian
1)      Cadangan premi tanggungan sendiri
a)       Besarnya cadangan premi tanggungan adalah 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima
b)       atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan
c)       Cadangan premi tanggungan sendiri ini merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan
d)       tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang bersngkutan
e)       Cadangan premi tanggungan ini merupakan Penghasilan pada tahun pajak berikutnya
2)      Klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian :
a)       Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri adalah 100% dari jumlah klaim yang sudah disepakati
b)       tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah
c)       Dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan
d)       Cadangan klaim tanggungan sendiri tersebut dibentuk pada akhir tahun Pajak
e)       Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada
f)        perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri
b.       Cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa :
1)      Besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
2)      Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding dengan saldo awal tahun dari cadangan premi merupakan biayadalam tahun yang bersangkutan.
3)      Apabila terjadi pembayaran klaim kepada tertanggung jumlah tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.

ASPEK HUKUM AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN
A.                  Definisi Aspek Hukum Agraria dalam Pembangunan
Untuk mewujudkan hukum agraria nasional yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA merupakan undang-undang yang bersifat formal, yaitu hanya berisi asas-asas dan pokok-pokok saja. Sedangkan peraturan pelaksanaannya akan diatur dalam peraturan-perundang-undangan yang lain.2 Adapun tujuan pokok dari UUPA adalah:
1.                   Untuk meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional;
2.                   Menjadi dasar dalam mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
3.                   Menjadi dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan dasar-dasar hukum agraria nasional yang diamanatkan dalam UUPA dapat kita temukan dalam penjelasan UUPA yang berisi 10 poin utama, yaitu:
1.                   Dasar kenasionalan yang dapat kita temukan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (2) UUPA. Dasar kenasionalan mengandung pengertian bahwa bumi, air dan ruang angkasa yang terdapat di wilayah Republik Indonesia adalah hak bersama dari seluruh warga Indonesia, bukan semata-mata hak dari pemiliknya saja. Demikian pula dengan tanah ulayat bukan semata-mata menjadi hak dari masyarakat adat di daerah tersebut, melainkan harus dipandang dari tingkatan yang lebih tinggi, yaitu seluruh wilayah negara. Dasar kenasionalan ini berlanjut pada Pasal 1 ayat (3) UUPA yang menentukan bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa yang terdapat di wilayah Republik Indonesia adalah bersifat abadi.
2.                   Tidak diakuinya asas domein. Asas domein adalah asas yang memandang semua tanah yang tidak dibuktikan haknya oleh orang lain merupakan milik negara.5 Asas domein tidak diakui dalam UUPA karena tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar. Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar yang kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (1) lebih menghendaki agar negara yang merupakan organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat menguasai (bukan memiliki) bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Bentuk dari penguasaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya.
b.       menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu.
c.       menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
3.                   Diakuinya hak ulayat. Hal ini dapat kita temukan dalam Pasal 3 UUPA. Hak ulayat adalah hak dari persekutuan hukum adat, untuk menggunakan dengan bebas tanah-tanah yang masih merupakan hutan belukar di dalam lingkungan wilayahnya guna kepentingan persekutuan hukum itu sendiri dan anggota-anggota atau guna kepentingan orang-orang luar.7 Meskipun UUPA mengakui keberadaan hak ulayat, namun hak ulayat tersebut harus:
a.       Sesuai dengan kepentingan nasional dan negara;
b.       berdasarkan atas persatuan bangsa;
c.       tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
4.                   Fungsi sosial dari hak atas tanah. Penjabaran dari dasar ini dapat kita temukan dalam Pasal 6 yang menentukan bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.” Maksud dari ketentuan tersebut adalah bahwa hak atas tanah yang ada pada seseorang tidak boleh digunakan hanya semata-mata untuk kepentingan pribadinya, terlebih apabila hal tersebut merugikan masyarakat. Penggunaan hak atas tanah tersebut harus memberikan manfaat bagi pemiliknya, masyarakat dan negara. Meskipun demikian, ketentuan ini bukan berarti kepentingan pribadi akan terdesak oleh kepentingan umum. Melainkan harus seimbang antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
5.                   Hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah (Pasal 9 jo. Pasal 21 ayat (1) UUPA). Sedangkan orang asing dan badan hukum tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah. Orang asing hanya boleh mempunyai tanah hak pakai (Pasal 42 UUPA). Sedangkan badan hukum dipandang tidak perlu mempunyai hak milik, tetapi cukup hak-hak lainnya. Meskipun demikian, terbuka peluang bagi badan hukum tertentu untuk mempunyai hak milik (Pasal 21 ayat (2) UUPA). Badan hukum-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1963 adalah:
a.       Bank-bank negara.
b.       Koperasi pertanian.
c.       badan-badan sosial.
d.       badan-badan keagamaan.
6.                   Asas kebangsaan, yang ditentukan dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA. Ketentuan ini memberikan jaminan bagi seluruh warganegara Indonesia untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh hak atas tanah. Asas ini bertujuan untuk melindungi warganegara yang lemah dari segi ekonomi.
7.                   Penyelenggaraan landreform, yakni tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Penyelenggaraan landreform diwujudkan melalui penentuan luas minimum yang harus dimiliki oleh orang tani, sehingga ia memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi dirinya dan keluarganya (Pasal 13 jo. Pasal 17 UUPA). Selain itu juga ditentukan batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan hak milik (Pasal 17 UUPA) tuntuk mencegah penumpukan tanah di tangan golongan-golongan tertentu.
8.                   Perencanaan (planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk kepentingan hidup rakyat dan negara. Perencanaan tersebut dibagi menjadi rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia dan rencana khusus (regional planning) yang merupakan penjabaran dari rencana umum yang diterapkan di daerah-daerah.
9.                   Kesatuan dan kesederhanaan hukum agraria, yakni sebuah upaya untuk menghapus dualisme hukum agraria yang diatur dalam hukum adat dan hukum barat. Hal ini diwujudkan dengan penyusunan hukum agraria yang berpedoman pada hukum adat yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara yang modern dan dalam hubungannya dengan dunia internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia. Hukum adat dipilih karena sebagian besar rakyat Indonesia tunduk pada hukum adat.10
10.                Kepastian hukum, yakni para pemegang hak harus memperoleh kepastian mengenai haknya dan adanya instruksi yang jelas bagi pemerintah. Hal ini diwujudkan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah yang bersifat rechts-kadaster, sehingga dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum.

B.                  Stuktur Agraria dalam Pembangunan
1.                   Pengertian Tanah
Pengertian tanah diatur dalam pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam – macam ha katas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang – orang baik maupun bersama – sama dengan orang lain serta badan – badan hukum.
Oleh karena itu, hak – hak yang timbul diatas hak atas bangunan atau benda – benda yang terdapat diatasnya merupakan suatu persoalan hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang berkaitan dengan dianutnya asas – asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah dengan tanaman dan bangunan yang terdapat diatasnya.
a)       Asas Perlekatan Horizontal (Horizontale accessie beginsel)
Didalam KUH Perdata yang merupakan induk dari ketentuan hokum yang mengatur hubungan secara pribadi atau perdata, dianut asas perlekatan, yaitu asas yang melekatkan suatu benda pada benda pokoknya.
Lebih tegas lagi asas asesi dapat ditemukan dalam rumusan pasal 504 dan pasal 507 KUH Perdata, yaitu dalam perumusan benda tidak bergerak dimana disebutkan bahwa perlekatan dari suatu benda bergerak yang tertancap dan terpaku pada benda tidak bergerak, secara yuridis harus dianggap sebagai benda tidak bergerak pula.
Beranjak dari asas asesi perlekatan diatas, maka dalam KUH Perdata yang merupakan buatan Belanda, selain asas perlekatan horizontal yang diatur dalam pasal 589 dan pasal 588 KUH Perdata juga diatur dalam pasal 500 KUH Perdata.
Dalam KUH Perdata selain dikenal asas perlekatan yang bersifat horizontal, dikenal pula asas perlekatan yang veritikal. Hal ini diatur dalam pasal 571 KUH Perdata. Dalam pasal 571 KUH Perdata dinyatakan bahwa hak milik atas sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada diatasnya dan didalam tanah itu. Bertitik tolak dari ketentuan pasal 572 KUH Perdata diatas jelaslah bahwa semua benda yang terdapat diatas tanah (tambang) termasuk si pemilik tanah tersebut. 
b)      Asas pemisahan horizontal ( horizontal scheiding)
Berlainan dengan asas yang terdapat pada negara – negara yang mengunakan asas perlekatan, hukum tanah yang dianut oleh UUPA bertumpu pada hukum adat, dimana tidak mengenal asas “ pemisahan horizontal ‘’ dimana hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang diatasnya.

2.                   Sumber Hukum Tanah Indonesia
Sumber hukum tanah Indonesia, yang lebih identic dikenal pada saat ini yaitu status tanah dan riwayat tanah. Status tanah atau riwayat tanah merupakan kronologis masalah kepemilikan dan penguasaan tanah baik pada masa lampau, masa kini maupun masa yang akan datang. Status tanah atau riwayat tanah, pada saat ini dikenal dengan Surat Keterangan Penfdaftran Tanah (SKPT) untuk tanah – tanah bekas hak – hak barat dan hak – hak lainnya.
a.       Hukum Tanah  Adat
Semula hukum adat di Indonesia hanya ditemukan berdasarkan symbol – symbol. Sementara itu hokum adat mencerminkan kultur tradisional dan aspirasi mayoritas rakyatnya.  Sementara di Indonesia, hokum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat dimana sendi – sendi dari hokum tersebut berasal dari masyarakat hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, dan negara yang berdasarkan persatuan bangsa dan sosialisme indonesia.
b.       Hak Atas Tanah Menurut Uupa
Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang yang  terkandung  didalamnya  itu  pada  tingkatan  tertinggi  dikuasai  oleh  Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak  menguasai  dari  Negara  termaksud  dalam  UUPA (pasal 1 ayat 2) memberi  wewenang kepada negara untuk mengatur  dan  menyelenggarakan  peruntukan, penggunaan, persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, menentukan  dan  mengatur  hubungan-hubungan  hukum  antara  orang-orang  dengan  bumi, air dan ruang angkasa, menentukan  dan  mengatur  hubungan-hubungan  hukum  antara  orang-orang  dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 adanya  macam-macam  hak  atas  permukaan  bumi,  yang  disebut  tanah,  yang  dapat diberikan  kepada  dan  dipunyai  oleh  orang orang  baik  sendiri  maupun  bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1). pasal  ini  memberi  wewenang  untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan  penggunaan  tanah  itu  dalam  batas-batas  menurut  undang-undang  ini  dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

3.                   Jenis jenis Hak Atas Tanah
a.       Hak Milik
1)      Hak milik adalah hak turun-temurun,terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah
2)      Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
3)      Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
4)      Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya (bank Negara, perkumpulan koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan social)
5)      Terjadinya hak milik, karena hukum adat dan Penetapan Pemerintah, serta karena ketentuan undang-undang
6)      Hak milik, setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat.
b.       Hak Guna Usaha
1)       Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sesudah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.
2)       Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25 hektar harus dikelola dengan investasi modal yang layak dnegan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.
3)       Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
4)       Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
5)       Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah Tanah Negara
6)       Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah
7)       Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat
8)       Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan
c.       Hak Guna Bangunan
1)       Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, yang dapat berupa tanah Negara, tanah hak pengelolaan, tanah hak milik orang lain dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Setelah berakhir jangka waktu dan perpanjangannya dapat diberikan pembaharuan baru Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.
2)       Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
3)       Hak Guna Bangunan dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
4)       Hak Guna Bangunan terjadi karena penetapan Pemerintah
5)       Hak Guna Bangunan setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat
6)       Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani  Hak Tanggungan
d.       Hak Pakai
1)      Hak  pakai  adalah  hak  untuk  menggunakan  dan/atau  memungut  hasil  dari  tanah  yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban  yang  ditentukan  dalam  keputusan  pemberiannya  oleh  pejabat  yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian  sewa-menyewa  atau  perjanjian  pengolahan  tanah,  segala  sesuatu  asal  tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang
2)      Hak pakai dapat diberikan :
a)       Selama  jangka  waktu  yang  tertentu  atau  selama  tanahnya  dipergunakan  untuk keperluan yang tertentu;
b)       Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
c)       Pemberian  hak  pakai  tidak  boleh  disertai  syarat-syarat  yang  mengandung  unsur-unsur pemerasan.
3)      Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
a)       Warga negara Indonesia
b)       Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
c)       Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
d)       Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
4)      Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang berwenang.
5)      Hak  pakai  atas  tanah  milik  hanya  dapat  dialihkan  kepada  pihak lain,  jika  hal  itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
e.        Hak Sewa
1)      Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah mempergunakan  tanah  milik  orang  lain  untuk  keperluan  bangunan  dengan  membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
2)      Pembayaran uang sewa dapat dilakukan:
a)       Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
b)       Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
c)       Perjanjian  sewa  tanah  yang  dimaksudkan  dalam  pasal  ini  tidak  boleh  disertai  syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
3)      Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :
a)       Warganegara Indonesia;
b)       Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c)       Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d)       Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
f.        Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan
1)       Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2)       Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena:
a)       Jual beli
b)       Tukar menukar
c)       Penyertaan dalam modal
d)       Hibah
e)       Pewarisan
Hapusnya hak atas tanah:
a)       Jangka waktu yang berakhir
b)       Dibatalkan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak dipenuhi
c)       Dilepaskan secara sukarela oleh pemegan haknya sebelum jangka waktunya berakhir
d)       Dicabut untuk kepentingan umum
e)       Diterlantarkan
f)        Tanahnya musnah
g)       Beralih ke warganegara asing (khusus Hak Milik) atau badan hukum asing (khusus HGU dan HGB)


PENATAAN RUANG
A.                  Definisi Penataan Ruang
Pada dasarnya konsep penataan ruang wilayah adalah untuk pemanfaatan pembangunan yang harus mengacu pada beberapa aspek seperti, keamanan, kenyamanan, produktifitas serta dapat bermanfaat secara luas bagi semua lapisan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan konsep penggunaan ruang ini bukan hanya untuk hari ini dan tahun depan saja tapi untuk generasi dimasa depan.
Indonesia menyusun Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang akhirnya undang-undang tersebut disahkan dan berlaku. Namun seiring dengan adanya perubahan terhadap paradigma otonomi daerah melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka ketentuan mengenai penataan ruang mengalami perubahan yang ditandai dengan digantikanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Penataan ruang khusus untuk perkotaan sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Belanda. Setelah kemerdekaan, ada pengaturan baru sejak tahun 1985 berupa Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum dalam perencanaan kota. Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama tersebut Departemen Dalam Negeri bertangggung jawab di bidang administrasi perencanaan kota, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab di bidang teknik (tata ruang) kota.
Atas dasar pembagian wewenang itu, Menteri  Pekerjaan Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota.
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana pemanfaatan ruang kota, yang berisikan rencana pembangunan kota yang terkait dengan ruang, sehingga tercapai tata ruang kota yang dituju dalam kurun waktu tertentu dimasa yang akan datang. Rencana program pembangunan kota disusun untuk 20 tahun ke depan dan dibagi dalam tahapan lima tahanan.     Dalam hal ini, harus dipadukan pendekatan sektoral dan pendekatan regional (ruang), sesuai dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 64/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, terdapat 4 (empat) tingkatan rencana tata ruang kota, yaitu sebagai berikut  :
1.                   Rencana umum tata ruang perkotaan, yaitu menggambarkan posisi kota yang direncanakan terhadap kota lain secara nasional dan hubungannya dengan wilayah belakangnya;
2.                   Rencana umum tata ruang kota, yaitu menggambarkan pemanfaatan ruang kota secara keseluruhan;
3.                   Rencana detail tata ruang kota, yaitu menggambarkan pemanfaatan ruang kota secara lebih rinci; dan
4.                   Rencana teknik ruang kota, yaitu menggambarkan rencana geometri pemanfaatan ruang kota sehingga sudah bisa menjadi pedoman dalam penentuan sait (site) pembangunan/konstruksi kota.
Selanjutnya, sesuai dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 64/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) setidaknya harus berisikan hal-hal sebagai berikut :
1.                   Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota;
2.                   Rencana pemanfaatan ruang kota;
3.                   Rencana struktur pelayanan kegiatan kota;
4.                   Rencana sistem transportasi;
5.                   Rencana sistem jaringan utilitas kota;
6.                   Rencana kepadatan bangunan;
7.                   Rencana ketinggian bangunan;
8.                   Rencana pemanfaatan air baku;
9.                   Rencana penanganan lingkungan kota;
10.                Tahapan pelaksanaan bangunan; dan 
11.                Indikasi unit pelayanan kota

Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota berkaitan dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk pada setiap bagian wilayah kota. Jumlah penduduk untuk keseluruhan kota harus diproyeksikan dengan memperhatikan trend masa lalu dan adanya berbagai perubahan ataupun usaha/kegiatan yang dapat membuat laju pertambahan penduduk dapat lebih cepat atau lebih lambat dari masa lalu.
Rencana struktur/pemanfaatan kota adalah perencanaan bentuk kota dan penentuan berbagai kawasan di dalam kota serta hubungan hierarki antara berbagai kawasan tersebut. Bentuk kota tidak terlepas dari sejarah perkembangan kota, namun sedikit banyak dapat diarahkan melalui penyediaan fasilitas/prasarana dan penetapan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan tata guna lahan, sedangkan Rencana struktur pelayanan kegiatan kota menggambarkan hierarki fungsi kegiatan sejenis di perkotaan.

CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI
A.                  Definisi Penyelesaian Sengketa dalam Penyelenggaraan Konstruksi
Konstruksi adalah salah satu industri yang sangat kompleks, hal ini karena dalam proyek konstruksi terdapat multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang banyak yang memiliki kepentingan masing-masing. Kondisi ini pula yang membuka peluang sengketa menjadi lebih besar.
Apabila merujuk kepada data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dimana sengketa kontruksi mendominasi kasus yang ditangani oleh BANI. Mulai periode tahun 1999 hingga 2016, tercatat terdapat 470 kasus, dimana kasus konstruksi mendominasi sebesar 30, 8 % dari total kasus yang ditangani oleh BANI.
Pada rezim Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi tersedia melalui 2 (dua) jalur, yakni jalur pengadilan dan di luar jalur pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan dalam hal terjadi kegagalan bangunan. Serta tidak tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Jenis penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan yang dimaksud dalam UU Jasa Konstruksi 1999 antara lain arbitrase, baik berupa lembaga atau ad-hoc yang bersifat nasional maupun internasional, mediasi, konsiliasi atau penilai ahli.
Sementara itu, dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, sebagai pengganti UU Jasa Konstruksi 1999, penyelesaian sengketa yang timbul dari Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. Dalam hal para pihak yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan, maka penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi atau dalam hal tidak tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi, para pihak bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata acara penyelesaian sengketa yang akan dipilih.
Adapun tahapan-tahapan penyelesaian sengketa sesuai UU No. 2/2017 adalah:

1.               Para pihak yang bersengketa terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mufakat;
2.               Apabila musyawarah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa disesuaikan berdasarkan kontrak kerja konstruksi;
3.               Apabila penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak, maka penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan sebagai berikut:
4.               Mediasi;
5.               Konsiliasi, dan;
6.               Arbitrase
7.               Jika penyelesain sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, maka para pihak yang bersengketa membuat tata cara penyelesaian yang dipilih.



B.                  Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi diantara para pihak lebih menekankan penyelesaian di luar jalur pengadilan. Hal ini tidak terlepas dari keunggulan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dimana setidaknya terdapat beberapa keunggulan, yaitu:

1.                   Kerahasiaan Sengketa. 
Kerahasiaan merupakan salah satu keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan, baik pada saat proses maupun terhadap putusan yang tidak dipublikasikan. Mengingat konstruksi terkait dengan banyak proses yang mana tidak seluruhnya dapat dibuka untuk umum, terutama apabila bangunan yang menjadi obyek sengketa termasuk dalam objek vital negara. Selain itu, diperlukan untuk menjaga hubungan baik di antara para pihak, mengingat pelaku usaha dalam bidang jasa konstruksi adalah terbatas.
2.                   Memilih Pihak Penengah (Mediator/Konsiliator/Arbitrator) yang Memiliki Keahlian di Bidang Konstruksi. 
Menurut Hellard (1987), sengketa konstruksi dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:

a.           Sengketa berkaitan dengan waktu (keterlambatan progress);
b.           Sengketa berkaitan dengan finansial (klaim dan pembayaran);
c.           Sengketa berkaitan dengan standar pekerjaan (desain dan hasil pekerjaan);
d.           Konflik hubungan dengan orang-orang di dalam industri konstruksi.

Pada umumnya sengketa-sengketa tersebut atas akan berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan hal-hal bersifat teknis. Pada dasarnya Kontrak Kerja konstruksi merupakan kontrak yang bersifat khusus yang mana memuat banyak aspek teknis.Sebagai contoh, sengketa berkaitan dengan pembayaran dengan sistem prosentase progress pekerjaan sebagai syarat pembayaran, tentunya memerlukan aspek teknik terkait dengan penentuan progress pekerjaan yang dapat diklaim. Dengan demikian, dalam penyelesaian sengketa konstruksi, tidak saja dibutuhkan ahli hukum, namun diperlukan ahli pada disiplin ilmu lain, terutama aspek teknis, untuk memahami akar permasalahan.
3.                   Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa Jelas dan Relatif Singkat. 
Walaupun perihal jangka waktu penyelesaian sengketa relatif singkat sebagai keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan (arbitrase) menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak selalu terjadi karena di beberapa negara penyelesaian melalui jalur litigasi dapat ditempuh dengan waktu yang relatif singkat, namun saat ini harus diakui bahwa jalur litigasi memakan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan jalur di luar litigasi. Jangka waktu penyelesaian sengketa yang singkat tentu lebih menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa, karena dapat segera memperoleh kepastian mengenai penyelesaian atas sengketa yang sedang terjadi. Bagi pelaku usaha konstruksi, berlaku pula hal demikian karena sengketa konstruksi akan berkaitan dengan banyak hal seperti namun tidak terbatas pada kelangsungan pekerjaan, pengalihan bangunan, penggunaan bangunan oleh pengguna jasa, kepastian pembayaran. Khusus bagi penyedia jasa, sengketa yang berlarut-larut dapat menghambat keterlibatan penyedia jasa pada tender-tender proyek yang diselenggarakan oleh pengguna jasa yang sedang bersengketa.

Di samping ketiga hal tersebut di atas, sejalan dengan upaya Pemerintah untuk menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk melalui sektor konstruksi, maka dalam pengikatan kontrak-kontrak internasional, dalam pengalaman penulis, penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan lebih diminati.

DAFTAR PUSTAKA




Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria